Saya sering mendapat pertanyaan dari para sabahat; Tuhan itu ada atau
tidak ada? Ini barangkali gara-gara para sahabat saya itu mengetahui
bahwa yang ada di depannya adalah praktisi spiritual, hehehehee.
sehingga mereka entah sekedar iseng atau sungguh-sungguh ingin
mengerti jawabannya dari mulut saya.
Ibarat dokter yang mendapatkan keluhan akan suatu penyakit, saya
biasanya merasa bertanggungjawab untuk melontarkan jawaban. Bila dokter
siap dengan obat, maka saya siap dengan jawaban. saya dan para teman yang rajin diskusi ini akhirnya semakin
cerdas dan terampil untuk menggunakan argumentasi untuk menyusun sebuah
pandangan dunia.
Terus terang, saya kangen bila dalam sehari tidak dipertanyakan Tuhan
itu ada atau tidak. Sejak dulu saat saya masih duduk di bangku SMP
kelas 1, atau kuliah di semester-semester awal hingga lulus, atau saat
saya sudah memasuki dunia kerja, pertanyaan ini selalu menjadi
pertanyaan yang menemani. Dan ini hebatnya, berbeda dengan pertanyaan
lain yang jawabannya eksak dan pasti — misalnya berapa tambah berapa
sama dengan berapa – jawaban atas pertanyaan Tuhan itu ada atu tidak itu
tidak pernah sama terlontar dari mulut saya.
Pasti ada perkembangan, ada penyusutan, ada variasi jawaban.
Terkadang semakin berkualitas, namun terkadang semakin dangkal dan tidak
bermutu. Bagi saya pribadi, hal ini tidak jadi soal karena saya percaya
bahwa otak, pikiran, keyakinan, ide, intuisi kita akan semakin
berkembang dan semakin tajam bila diasah terus menerus. Pada satu saat,
jawaban itu bisa mandeg dan kasar, namun pada saat yang lain bisa
berbinar dan akhirnya menemukan sisik melik tentang hakikat ketuhanan.
Semoga!
Bila kebetulan pertanyaan itu berlanjut ke sebuah diskusi yang serius
dan situasinya mendukung misalnya bertemu dengan habitat para pemikir
handal, saya biasanya menyesuaikan diri. Pertanyaan “Tuhan itu Ada atau
Tidak?” di kepala para pemikir handal berkecamuk lebih keras dan lebih
kritis daripada kepala saya yang bloon dan tolol. Namun untunglah,
biasanya saya tidak kehabisan jurus silat untuk menandingi para pemikir
era postmodern yang berkecepatan memori 32 Giga, dan prosesor Intel
Core.
Baiklah pada kesempatan kali ini, saya ingin berbagi sekaligus
mengajak sahabat dengan para blogger yang budiman untuk membahas
bersama-sama jawaban atas pertanyaan “Tuhan itu Ada atau Tidak?…” Agar
tidak menjadi diskusi yang tanpa ujung pangkal, hanya berputar dan
tidak menghasilkan pengetahuan baru, marilah kita membuat
kesepakatan-kesepakatan istilah terlebih dulu.
Marilah kita sepakati dulu istilah YANG ADA. Menurut buku-buku
Filsafat yang sudah lusuh dan usang, Istilah YANG ADA, merupakan istilah
yang paling umum serta yang paling sederhana di antara semua predikat.
Karena YANG ADA maka dapat dikatakan sesuatu mengenai barang-barang yang
nyata. Ilustrasinya sbb: kata BARANG dapat diterpkan pada buku, meja,
kursi, manusia, KUCING. Nah, ada kata yang lebih umum bahkan paling
umum yaitu YANG ADA. Apapun yang dapat kita jumpai dan kita pikirkan,
kita bisa menyebutnya YANG ADA. Mudah bukan???
Dalam bahasa Inggris, YANG ADA disebut BEING, bahasa Perancisnya
ETRE, bahasa Jermannya SEIN, bahasa latinnya ETRE. Ada kecenderungan
masyarakat awam memandang YANG ADA sebagai hal yang pasif yang
menyamakannya dengan TERLETAK, TERBENTANG. Padahal, pada hakikatnya,
Tuhan Semesta Alam ini sudah menggariskan bahwa YANG ADA ITU AKTIF.
Tinggi rendahnya aktivitas tersebut tergantung pada tinggi rendahnya
tingkat keberadaan: benda-benda seperti batu, berbeda dengan tumbuhan,
hewan, sampai manusia. Untuk menamai sifat aktif YANG ADA ini, biasanya
dipakai istilah PENGADA yang artinya YANG ADA yang sedang mengada.
Menurut Doktor Anton Bakker, semakin
mengkongkretisasikan kata YANG ADA dengan arti yang lebih personal,
konkret yang menunjuk pada substansi yang hidup dan unik. Dia
menyebutnya dengan PENGADA. Nah, untuk mengenali PENGADA ini, caranya
adalah mengenali AKU karena AKU-lah sarana untuk menggali dan
mengungkapkan hakikat PENGADA tersebut.
Dengan penemuan ini, berarti manusia sudah mampu untuk membuat
definisi yang bagus tentang YANG ADA. Bahwa YANG ADA itu terus mengalami
pembaharuan meskipun ada sisi-sisi permanensinya. YANG ADA bersifat
unik individual, YANG ADA itu satu yang melebur dalam SEMUA. Dan
seterusnya….
Untuk lebih mengenal YANG ADA dan semakin memahami bahasa metafisika
umum, ada baiknya juga memiliki kejelasan tentang klasifikasi YANG ADA.
Sebab di sinilah kita mampu mendudukkan sesuatu hal sesuai dengan
klasifikasinya. Pengetahuan ini juga bermanfaat untuk menjawab
pertanyaan; TUHAN ITU ADA ATAU TIDAK?
Almarhum Profesor Notonagoro secara gamblang menjelaskan
TINGKAT-TINGKAT KEBERADAAN. Dia membagi YANG ADA dalam dua kategori
yaitu YANG NYATA ADA dan YANG ADA DALAM KHAYALAN. YANG NYATA ADA dibagi
lagi menjadi ADA YANG MUNGKIN dan ADA YANG AKTUAL. Sedangkan YANG ADA
DALAM KHAYALAN bisa dipilah menjadi YANG ADA DALAM KHAYALAN yang berupa
KEMUNGKINAN dan YANG ADA DALAM KHAYALAN yang bersifat AKALI.
ADA YANG AKTUAL mempunyai esensi abstrak atau hakikat yang mengacu
pada eksistensi sesuatu tanpa spesifikasi bentuk sebagai yang independen
atau tidak. Esensi individual atau universal itu bukan hal yang
kongkret dan bereksistensi melainkan prinsip yang dengannya segala
sesuatu itu bereksistensi sebagai sesuatu jenis tertentu. Sementara
ESENSI KONGKRET ini bersifat INDIVIDUAL dengan semua determinasi riil
yang ada padanya.
Lain lagi yang diungkapkan oleh dosen Ontologi/Metafisika Umum lain,
yaitu Doktor Dibyasuharda. Biar nggak ribet dan rumit untuk memahami
YANG ADA, dia lebih cenderung menyukai kategori YANG ADA dengan
membaginya hanya menjadi tiga; ADA OBYEK, ADA SUBYEK dan ADA AN SICH.
ADA OBYEK dapat dikenali manusia karena ia berada di luar subyek atau
AKU. Kedua, ada SUBYEK yang dikenali manusia di dalam dirinya sendiri
atau AKU yang berhadapan dengan DIRIKU. Ketiga ADA AN SICH yang dikenal
subyek, namun tidak dihinggapi dan terlepas dari KEOBYEKANNYA. ADA AN
SICH tidak terbuka bagi subyek, karena pada pangkal usaha untuk
mengenalinya maka subyek telah menjadikannya ADA OBYEK.
Nah, uraian ini bisa dipakai sebagai bingkai, cara pandang, pola
pikir atau paradigma untuk menjawab pertanyaan TUHAN itu ada atau tidak?
Jawabannya jelas bahwa TUHAN ITU ADA. Ada di mana? karena TUHAN ITU ADA
AN-SICH maka kita tidak bisa menjawab karena pada pangkal untuk
menjawabnya kita akan terjebak pada mengobyekkan Tuhan. Namun bila sang
penanya sangat penasaran dan daripada nanti kita dianggap pelit untuk
menjawab, maka ada baiknya kita menjawab dengan cara pandang Profesor
Notonagoro. Atau kita memiliki cara pandang yang lain ?
Demikian semoga ada manfaatnya meski kecil. Salam damai di wajah,
tubuh dan gerakan serta damai pula di hati, mohon maaf bila salah.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar